Widiantoro’s Menghadapi Ventriculomegaly

Tulisan ini merupakan seri pengalaman kami (saya, istri dan danika) bersama Sabia dalam menghadapi diagnosa, cobaan dan bagaimana kami menghadapinya. Karena setelah Googling kami tidak menemukan kasus yang serupa dengan yang Sabia alami, sehingga akhirnya kami memutuskan untuk menuliskannya.

Inilah kisah kami menghadapi ventriculomegaly yang menghinggapi sabia sejak dikehamilan 4 bulan sampai dengan saat ini. Mudah-mudahan bermanfaat.

Seri Sebelumnya Teman Danika (Mengenal Sistem Ventrikel)

Januari 2015

Setelah kehamilan istri memasuki bulan keempat kami (saya dan istri) melakukan USG 4D di Archa Clinic BSD dengan dr Azen Salim atas anjuran dr Sherly (KMC) yang merupakan dokter kandungan kami sejak anak pertama, setelah menunggu kurang lebih satu minggu, saat yang dinanti pun tiba untuk menerima hasil 4Dnya, bagaikan disamber petir berulang-ulang namun masih hidup ketika dr Azen membacakan hasilnya bahwa ditemukan pelebaran ventrikel lateralis 10,8 mm di kepala sang bayi yang sedang dikandung oleh istri dan di diagnosa ventriculomegaly yang kemungkinan besar akan Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah penumpukan cairan di rongga otak, sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Pada bayi dan anak-anak, Hidrosefalus membuat ukuran kepala membesar. Sedangkan pada orang dewasa, kondisi ini bisa menimbulkan sakit kepala hebat.

Saya sempat bertanya kepada dr Azen “biasanya apa yang dilakukan para orang tua ketika menghetaui bahwa si bayi terindikasi ventriculomegaly? “bapak dan ibu kan muslim, lebih baik tetap berdoa kepada Allah untuk keselamatan sang bayi”, lalu saya kembali bertanya “jika orang tua itu non muslim, biasanya apa yang dilakukan” lalu dr Azen menjawab “biasanya pasien saya yang keturunan chinese mereka melakukan aborsi, pak”.

Dengan rasa sedih dan shock, di minggu berikutnya kami menemui dr Sherly dimana sebelumnya sesaat setelah istri menerima surat hasil USG 4D dari Archa Clinic istri langsung WA ke dr Sherly . Bukan kami saja yang kaget, dr Sherly pun kaget, dan akhirnya kami disarankan kembali untuk melakukan Pemeriksaan TORCH.

Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya Toksoplasmosis, infeksi lain/Other infection, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus (disingkat TORCH), pada ibu hamil atau yang berencana hamil, untuk mencegah komplikasi pada janin.

FYI jarak kehamilan dari anak pertama (danika) kurang lebih empat tahun dan sebelum program hamil anak kedua istri juga diminta untuk melakukan pemeriksaan TORCH oleh dr Sherly dan hasilnya tidak ditemukan virus apa-apa, dan hasil TORCH di kehamilan empat bulan juga hasilnya tidak ditemukan apa-apa.

Setelah mendapatkan hasil USG 4D, dan karena istri saya mengalami kehamilan beresiko atas saran dr Sherly kami diminta mencari dokter Fetomaternal

Sub-spesialisasi fetomaternal merupakan salah satu cabang dari bagian kandungan dan kebidanan (obstetri dan ginekologi). Sub-spesialisasi ini mampu mendiagnosa atau mendeteksi kelainan pada janin (fetus), atau ibu (materna)

Atas anjuran dr Sherly kami pun dirujuk ke dr Eva Roria Silalahi, Sp.OG di klinik Brawijaya Kemang, di dokter ini kami juga diminta melakukan pemeriksaan TORCH dan lagi-lagi hasilnya pun tidak ditemukan virus yang membahayakan.

Namun setelah dua minggu berkonsultasi dengan dr. Eva dan istri mengatakan tidak cocok dengan gaya komunikasi sang dokter dan akhirnya kami pun pindah dokter ke Rumah Sakit Bunda Menteng untuk berkonsultasi dengan dr Bowo (Noroyono Wibowo) alhasil hanya dokter bowo ini yang bisa menenangkan istri saya dan kami berdua cocok dengan gaya komunikasi sang dokter dan pada akhirnya kami memutuskan pemeriksaan tetap di RS Bunda Menteng.

Agustus 2015

Satu minggu sebelum tanggal 7 Agustus 2015, dr Bowo menyarankan “nanti dr anaknya dokter Markus Mualim aja pak, karena dr Markus spesialisasi tumbuh kembang. Pada tanggal 6 malam saya pun mengkonformasi kembali ke pihak RS Bunda bahwa dokter anak yang kami pilih adalah dr Markus, yang mana sebelumnya dari pihak rumah sakit merujuk ke dokter lain, nah disini ketegasan orang tua harus tau anaknya akan di pegang siapa dan this part is no negotiable.

Setelah anak kedua lahir yang saya beri nama Arunika Camellia Sabiaomera Widiantoro (sabia) pada tanggal 7 Agustus 2015 di hari yang sama kami dirujuk oleh dr Markus untuk melakukan USG 4D di kepala ke dokter Kemas Firman SpA (USgG) dan dr Kemas menyatakan bahwa Sabia Hidrosefalus.

Untuk menyakinkan, kami disarankan untuk melakukan CT Scan dan kami melakukannya di RS Bunda Menteng setelah Sabia berumur satu minggu setelah itu kami kembali ke dr Kemas dan beliau kembali menyatakan bahwa Sabia Hidrosefalus (First Opinion)

Lagi-lagi serasa di samber petir dan gledek berkali-kali mendengar kata Hidrosefalus di minggu pertama sabia lahir, dan kami pun kembali berkonsultasi dengan dr Markus. Karena Sabia memiliki bawaan lahir atas saran dr Markus kami dianjurkan untuk berkonsultasi dan mencari Second Opinion kepada temannya yaitu dr Irawan Mangunatmadja di RS Cipto Kencana.

Akhirnya kami pun segera berkonsultasi dan setelah dr Irawan membaca hasil CT Scan dan USG 4D kepala dr Irawan mengatakan bahwa yang terjadi dikepala Sabia bukan Hidrosefalus melainkan Atrophy

“Cerebral Atrophy berasal dari dua kata, cerebral yang artinya otak, dan atrophy yang artinya kehilangan sel ataupun penyusutan. Kondisi cerebral atrophyakan membuat otak mengecil karena neuron dan jaringan sel saraf di dalamnya mengalami penyusutan atau justru menghilang.”

Namun untuk kasus Sabia, Atrophy yang dimaksud adalah belum berkembangnya jaringan otak seperti jaringan otak pada anak seusiannya. Setelah mendapatkan second opinion kami menjadi semakin bingung, karena masih butuh diyakinkan akhirnya kami mencari Third Opinion dengan mengunjungi Dr. dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A(K) di RS Pondok indah, setelah melihat hasil CT Scan dan hasil USH 4D dr widodo menyatakan bahwa Sabia suspek Hidrosefalus.

Makin bingung dan takut, akhirnya kami mencari Forth Opinion dengan mengunjungi rumah Prof. dr. H. Sofyan Ismael, Sp.A(K) di daerah Kebayoran Baru Blok M, kepala Sabia di pukul-pukul dan beliu berkata “bapak dengar, ini ada airnya beda dengan kepala anak biasanya” dan beliau mengatakan bahwa Sabia suspek Hidrosefalus makin bingung dan stress

Akhirnya kami kembali ke dr. Irawan, dan mengatakan bahwa kami mengunjungi dokter-dokter diatas, dan beliau sepenuhnya mengerti atas keraguan dan kebingungan kita dan menyarankan agar kami berkonsultasi ke teman beliau Spesialis Bedah Syaraf yaitu dr. Samsul di RS Mayapada Lebak Bulus dan ini adalah Fifth Opinion yang kami lakukan. Bayangkan dokter ini duduk di meja kerjanya dan dibelakangnya berdiri tiga dokter yang kemudian mereka bertiga mulai memeriksa dan memegang kepala Sabia, mengecek mulut, mata.

Lalu beberapa saat kemudian dia berkata “saya sudah sering melakukan operasi anak yang Hidrosefalus, dan saya tau anak yang mengidap Hidrosefalus dan anak bapak bukan salah satunya” ada baiknya bapak kembali ke dr Irawan.

Singkat kata dr Samsul mengatakan bahwa Sabia adalah Atrophy dan dr Samsul menyarankan agar kami melakukan CT Scan kembali dengan 64 irisan karena yang CT Scan kami punya sekarang hanya 32 irisan, dan setelah itu kami kembali ke dr Irawan, dan beliau berkata “dari data yang ada dan hasil penglihatan saya dan dr Samsul anak bapak kecenderungan Atrophy bukan Hidrosefalus, maka itu ada baiknya kita sama-sama observasi untuk melihat perkembangan selanjutnya, dan kami berdua akhirnya memutuskan untuk ikut diagnosa dr Irawan, dan terus memantau perkembangan Sabia day by day.

Di waktu bersamaan dr Markus juga sering bertanya melalui WA tentang perkembangan sabia, dan kami menjelaskan bahwa kami memilih diagnosa Atrophy dan tetap berkonsultasi dengan dr Irawan.

Sempat kami di telp dr. Markus setelah beberapa bulan berlalu bahwa ada pasiennya yg memilik kasus atrophy yang hampir mirip dengan anak kami dan dia meminta kami bertemu untuk ngobrol di saat beliau mengadakan sharing di mall kuningan city yg akhirnya kami datang dan bertemu untuk mendengarkan mereka.

Sabia Empat Bulan

Jika bayi pada umurnya sudah mulai belajar duduk, sabia sama sekali belum bisa berguling sendiri, dari tengkurap menjadi telentang dan dr Irawan menganjurkan untuk physiotherapy untuk melatih motorik kasarnya, dan setelah mengontak saudara yang memiliki keahlian psiotheraphy kami di refer kepada temannya yang biasa theraphy bayi yaitu mbak Anty

Sabia Satu Tahun | Juni 2016

Satu tahun pertama Sabia untuk motorik halus sudah baik namun untuk motorik kasar masih jauh ketinggalan dari anak seusianya, dan pada usia Sabia di tahun pertama kami menyewa physiotherapy untuk mengejar ketinggalan motorik kasarnya dan di waktu bersamaan kami kembali melakukan pemeriksaan CT Scan kedua dengan 64 irisan di RS Siloam TB Simatupang.

Hasil CT Scan Sabia masih disumsikan Atrophy serta dr Irawan selalu mengingatkan dan mengatakan bahwa kami memiliki waktu 4 tahun untuk mengejar ketingalan Golden Age Sabia.

Golden age adalah usia anak pada masa-masa awal hidupnya di dunia. Golden age adalah usia anak ketika mereka berumur 0 sampai dengan 5 tahun. Usia tersebut berada pada perkembangan terbaik untuk fisik dan otak anak

Sabia Dua Tahun | April 2017

Setelah Sabia berumur dua tahun kami diminta untuk melakukan pemeriksaan MRI dan kami pun melakukanya di RS Pondok Indah dan hasilnya juga masih diasumsikan Atrophy, dan dengan jelas dinyatakan bukan Hidrosefalus

Oktober 2017

Pada tahun yang sama Sabia juga diminta untuk melakukan pemeriksaan Elektroensefalogram (EEG) di RS Puri Cinere untuk jaringan otaknya Sabia, dan seperti CT Scan hasil EEG juga tidak memperlihatkan kelainan otak.

Elektroensefalogram (EEG) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak.

Sabia sedang melakukan pemeriksaan EEG pertama kali

Sabia Tiga Tahun | Feb 2019

Setelah Sabia berumur tiga tahun kami diminta kembali untuk melakukan pemeriksaan MRI di RS Pondok Indah dan hasilnya juga masih diasumsikan Atrophy namun perkembangan jaringan otaknya jauh lebih baik jika membandingkan kedua hasil MRI.

Jadi hingga kini belum ada diagnosa yg pasti, yg pasti bahwa ada kelainan di kepada, anaknya normal, lingkar kepala diatas rata2 normal tapi berkembang dengan normal cuma lebih besar dari normal.

Sabia Empat Tahun

Sampai usia 4 tahun tidak pernah kejang, muntah dan pusing, jadi alhamdulilah sehat dan baik

Sekarang kondisi anaknya semua ok, cuma emang lebih alert aja kami sbg ortu, karena sejarah anaknya spesial dan kebetulan anaknya carry alergi dari saya jadi makin waspada kalau makan, minum dan minum obat-obatan

30 Januari 2020

Kamis itu saya mengantar Sabia menggunakan motor, karena pada hari itu si Mami tidak ke kantor tetapi ke Four Season Ballroom untuk menghadiri undangan kolega kerjanya, sehingga yang biasanya Sabia kami antar bersama menggunakan mobil sebelum saya drop si mami di kantor.

Setelah saya antar dan foto-foto beberapa kali diparkiran, dan Sabia digandeng oleh bu guru menuju kelas dan saya balik kerumah dan hari itu karena si Mami ada acara diluar kantor maka saya berniatan Bike2Work.

Namun sesampainya dirumah si mami langsung keluar rumah dan menghampiri saya sambil berkata “Bia kejang, kita ke sekolah” dan sampai disekolah bia sedang di kasih bantuan oksigen dan dikerubutin para guru, lalu salah satu gurunya menjelaskan “kejangnya gak sampai satu menit, bola mata menatap keatas semua putih, dan mulut tidak mengeluarkan busa”.

Sabia selesai menjalani pemeriksaan EEG di RS Puri Cinere

Ini adalah pengalaman kejang pertama Sabia sepanjang hidupnya dan kejang ini membuat kami khawatir karena terjadi tanpa disertai demam/panas, dan Sabia juga tidak habis melakukan kegiatan yang membuat kecapaian, lalu di hari yang sama pagi itu kami langsung mengontak dr Irawan, dan dia menyarankan dibawa ke RS Puri Cinere untuk dilakukan pemeriksaan EEG, dan kami pun segera ke RS Puri Cinere yang mana ini adalah pemeriksaan EEG yang kedua bagi Sabia

Setelah seharian melakukan pemeriksaan EEG dan kami memang sengaja menunggu dr Irawan yang praktek pada malam harinya untuk membacakan diagnosa dan hasil EEG, dan beliau mengatakan tidak ada anomali dari pemerksaan EEG dan menyarankan untuk tetap di observasi terus.

Sekiranya itu sharing saya, semoga bermanfaat dan bisa menguatkan ibu, bapak, dan keluarga, kebetulan saya orangnya penasaran dan serba cari tau (pasti ya semua orang tau, karena anak) ke dokter terbaik dan semua alternatif

Bersambung . . . . Mengenal Selective Mutism

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *