Seburuk-buruknya pemimpin dia yang tidak melakukan apa-apa
Semua orang ingin jadi besar pastinya dalam berkarier, mulai dari memiliki tim kecil sampai membawahi banyak staff, namun banyak juga yang melupakan bahwa pemimpin itu juga memiliki tanggung jawab.
Jujur, gue sendiri gak punya pengalaman memimpin, tapi gue sering nonton film yang banyak memberikan pesan moral “how to lead people or make decision” dan banyak membaca buku.
Contoh gampang adalah, ketika loe diharuskan memutuskan sesuatu, pastikan apakah ini urgent atau tidak, jika tidak urgent berilah diri loe waktu untuk berfikir untuk memutuskan. Jika memang urgent, loe perlu tau apakah ini hanya perlu loe sendiri yang memutuskan atau perlu kesepakatan kolektif?
Kalau kolektif, itu lebih mudah tinggal voting aja. Nah kalau memang harus loe sendiri yang memutuskan pastikan tidak menggunakan perasaan, dahulukan logika dan prioritas pekerjaan.
Semoga membantu
Belakangan ini saya rada emosi, terlebih terhadap pekerjaan. “Jika itu bisa gue kerjain sendiri, akan gue kerjain sendiri” kira-kira seperti itu celoteh kekesalan saya dalam hati.
Entah perbedaan umur, pendidikan, atau faktor pengalaman yang menyebabkan banyak orang datang bekerja hanyalah melakukan rutinitas; istirahat, bekerja, dan akhirnya pulang.
Karena bagi saya, jika semua pekerjaan bisa dilakukan Senin hingga Jum’at kenapa harus diselesaikan di weekend?
Contoh, jika kamu adalah social media specialist, sudah seharusnya segala sesuatu cara mengelola mulai dari menyiapkan konten, mencoba fitur baru atau semua fitur hingga reporting seharusnya sudah ngelotok bukan.
Namun jika ada pertanyaan dan kamu menjawab “gak tau deh, nanti saya tanya ke yang lain atau atasan” itu bagi saya kamu selama ini hanya bekerja, bukan berkembang, “heloo katak dalam tempurung”
Tapi jika itu fitur baru yang ditanyakan sehingga kamu belum menghetaui, loh semua brand ketika mengeluarkan produk atau firur baru gak mungkin diam-diam, pasti ada release, dan pasti akan mengumumkan, emang kamu tinggal di goa yang gak ada koneksi internet?
Jadi pertanyaannya, kamu masih menganggap diri kamu social media specialist, jika tidak tau apa-apa, dan selama ini bekerja ngapain saja?
Jangan sensi, itu bukan hanya berlaku di social media specialist, tetapi disemua tipe dan jenis pekerjaan, mungkin karena saya berkecimpung di dunia social media, jadi kira-kira seperti itu perumpamaannya.
Contoh berikut agak lucu, dia sudah menjadi kasir lebih dari satu tahun, setiap hari pasti ada transaksi dong, selain ada penerimaan uang masuk sudah pasti ada pengeluaran uang sebagai kembalian.
Kasir ini tiba-tiba berteriak dengan semangat, gue menemukan fitur baru setelah beberapa hari bossnya komplain tentang antrian dikasir yang mengular atau panjang ketika jam sibuk, dan kasir itu diberi tugas.
“kamu harus cari solusi gimana transaksi dikasir bisa cepat, agar perputaran konsumen semakin cepat, sehingga loss opportunity saat ini bisa diminimalis?”
Akhirnya seperti saya bilang, kasir itu berteriak bahwa telah menemukan solusi bagaimana mempercepat transaksi dikasir, dan dia menemukan bahwa dalam mesin kasirnya itu ada system pembayaran non tunai, sehingga transaksi yang selama ini tunai dan memakan waktu panjang bisa dipercepat karena system baru ini.
Apakah kasir itu cerdas?
Kalau saya boss kasir itu, saya pastikan dia tidak akan pernah naik jabatan, dan saya pastikan dia akan dipindah tidak akan menjadi kasir lagi.
Bayangkan, selama setahun lebih berjibaku dengan mesin kasir, dan ketika diminta bagaimana cara mempercepat transaksi, hatinya baru tergerak untuk mencari tau, yang seharusnya setahun yang lalu itu sudah diterapkan sehingga keuntungan bisa bertambah.
Jika kamu bekerja, pelajari terlebih dahulu tools yang akan menjadi support system kamu dalam bekerja, kalau perlu baca manual booknya, karena penting untuk menghetaui alat kerja kita bisa apa dan bagaimana bekerjanya.
Jika kamu pernah dalam meeting atau sebuah diskusi bersama saya, dan pasti kamu sering mendengar kata-kata ini keluar dari mulut saya “gue orangnya gampang kok” tapi bukan gampangan. Ha ha ha haa
Mengalah untuk menang, biasanya prisip itu yang saya digunakan untuk mencapai tujuan akhir, dan ini merupakan salah satu alasan kenapa saya menjadi orang yang gampang menerima usulan atau ide orang lain.
Fokus Tujuan Akhir
Jika kamu ditunjuk untuk memimpin sebuah tim yang terlihat memiliki ego sektoral yang tinggi, jalan terbaik adalah biar mereka yang sibuk menelurkan ide-ide, dan biarkanlah dirimu mengikuti arus mereka jika riak tersebut masuk akal dan bisa dijalan, kenapa karena ini bukan masalah ide siapa yang diterima, siapa yang paling jago atau siapa yang terlihat cerdas tetapi bagaimana tim tersebut bisa produktif.
Ingat, karena masih ada banyak hal yang bisa dilakukan, dan ingat suksesnya tim tersebut adalah kesuksesan kamu sebagai orang yang ditunjuk sebagai leadnya.
Jadi jika ada yang mengatakan saya angkuh, sombong atau mau menang sendiri, bisa dipastikan bahwa perbedaan pendapat tersebut lebih menguntungkan saya dan tim.
Namun jika saya mengatakan “gue orangnya gampang kok” berarti tindakan atau keputusan tersebut sangat menguntungkan saya dan tim.
Ha ha ha, strategi itu penting, berperan itu penting untuk mencapai tujuan akhir, dan taktik itu harus jika ingin bertempur diwaktu yang singkat.
“Loe pinter tapi interpersonalnya buruk” susah untuk sukses, “loe interpersonalnya baik tetapi gak pinter” suksesnya juga susah, kira-kira seperti itu nasehat saya kepada dewi (dewi adalah orang yang tergabung di tim saya).
Gue untuk mencapai titik ini ya wi, ucap saya kepada dewi, walaupun interpersonalnya gak baik-baik amat cenderung lumayan, gue selalu berusaha dan mengusahakan untuk bersosialisasi dan lebih ekstrovert, ya awalnya karena paksaan karena ingin sukses, perlahan malah menjadi kebiasaan tanpa paksaan (berarti ini tandanya gue pinter)
“Menjadi misterius memang pilihan dan meraih sukses dalam berkarir juga pilihan”
“steve job aja misterius, dan sukses” nah emang loe steve job, dan loe pasti belon pernah baca buku terakhir berjudul ” Steve Jobs” pengarang walter isaacson, pasti saya akan menjawab demikian kepada orang yang menganggap menjadi misterius lebih penting ketimbang mencapai karir yang maksimal.
Kerja keras
Saya termasuk “morning person” dan terbiasa bangun subuh, jam 9 udah berada di kantor yang mana hampir tiap hari datang lebih cepat dari anak buah sendiri, direktur saya Andy Budiman, lebih gila lagi, jam 8 udah ada dikantor.
Jadi kalau ada orang yang diatas kamu datang lebih dulu dan sukses maka itu hal yang wajar, apalagi dia pulang tidak tentu kadang tepat waktu kadang bisa sampai larut malam.
Terkadang kita selalu membandingkan diri kita kepada orang yang lebih malas atau lebih rendah ketika menyangkut masalah karir, wajar sih karena sifat dasar manusia adalah mencari pembenaran dan jarang sekali tuh membandingan yang diatas kita, kok kenapa dia dapat promosi Supervisor? Atau Manager?
Nah bagian ini juga biasanya kita melihat orang itu lebih banyak keburuknya bukan mencari tau apa kelebihan atau kerja keras yang telah dilakukan, mulai di datang jam berapa, bagaimana dia memanfaatkan waktunya, sampai diwaktu senggangnya dia melakukan apa.
Gak perlu heran dan terlalu berfikir pasti ini ada permainan politik dibalik kesuksesan orang, karena tidak ada sukses yang datang dengan cepat, pasti ada kisah perjuangan dibalik itu.
Pernah berdoa? Pernah dong yah, pernah berdoa “ya Tuhan berikan saya pekerjaan yang baik” itu isi doa saya kepada Tuhan.
Memang sih doa itu saya ucapkan bukan baru-baru ini, doa itu saya panjatkan selagi menganggur, ya iya lah mungkin pada saat mengangur kita mengidam-idamkan dan menghargai sebuah pekerjaan, dan gak tanggung-tanggung biasanya doanya anak pengangguran itu panjang dan komplit, berbeda dengan saya yang cuma “berikan saya pekerjaan yang baik”
Tuhan memang tidak bisa diatur kapan mau mengabulkan doa kita, bisa segera, atau bisa ketika kita mulai melupakan bahkan ketika kita baru saja diberikan promosi jabatan.
Berkaitan dengan saya, sudah dua bulan belakangan saya datang ke kantor lebih pagi, yang biasanya istri ikut bareng mengharuskan saya berangkat lebih awal dari biasanya dan yang biasanya jemput istri ketika pulang kerja, lagi-lagi istri harus pulang duluan naik gojek, karena saya selalu pulang malam.
Bahkan, tim saya sendiri dibanding saya datangnya lebih pagi saya, jelas-jelas saya atasan mereka, ha ha ha.
Jangan sedih, dan gak perlu memikirkan saya, karena Tuhan sedang mengabulkan doa saya, doa yang pernah saya panjatkan ketika masih menganggur dulu. Memang seperti yang saya tuliskan didepan, ketika doa kita dikabulkan kembali setelah kita memiliki pekerjaan yang baik apa yang kamu lakukan?
Kalau saya sih gampang, ketika saya menemukan pekerjaan yang baik dan pekerjaan makin banyak, berarti karir saya belon berhenti dan masih bisa dipacu dengan maksimal.
Coba bayangkan, selain harus memikirkan tim internal di kompas.com saya juga harus memikirkan tim social media kompas gramedia, terlebih agenda pilkada dki ini begitu menguras pikiran, emosi dan tentu fisik.
Tetapi alhamdulilah saya masih bisa tertawa dan memiliki wajah ceria walaupun harus pulang tengah malam dan pagi harus bangun dan mengantar anak sekolah sebelum berangkat bekerja.
Intinya ketika doa saya dikabulkan yaitu diberikan pekerjaan yang baik, maka saya tidak berani apalagi menolak pekerjaan, karena pekerjaan itu adalah doa yang pernah saya panjatkan saat masih jadi pengangguran
Jadi, intinya ketika kita berdoa,jangan sembarangan berdoa, harus siap, apalagi yang suka berdoa dengan panjang dan komplit, gak kebayang aja sih kalau semua dikabulkan pada saat yang bersamaan, ha ha ha.
Awal tahun 2017 ini saya memang sengaja meluangkan waktu untuk merenung dan mencoba untuk mereview karir saat ini di industri media (kompas.com) padahal masa kerja saja tergolong baru, yaitu mengijak usia 42 bulan.
Setelah hampir satu tahun terakhir belakangan ini disibukan kerjasama dengan konten aggregator dan social media aggregator, akhirnya diri ini disudutkan untuk menganalisa keadaan yang sedang dihadapi media saat ini, khususnya portal berita.
Kompas Gramedia memilik core dan kemampuan membuat konten yang handal dan terpercaya, sedangkan para aggregator ini memiliki kemampuan dalam inovasi teknologi.
Sedangkan pengguna digital/internet saat ini dengan proporsi terbesar yaitu generasi milenials mereka cenderung abai dan malas untuk mengakses informasi, gampangnya orang tua mereka sukarela beli koran untuk baca berita, sedangkan mereka jangankan beli, baca berita saya tidak mau.
Kasus ini menurut saya tidak sepenuhnya kesalahan generasi milenials, karena ada faktor teknologi yang berperan serta mengubah kebiasaan mereka dalam berinteraksi, ketika social media booming di Indonesia mereka asik berselancar dan mengeksplorasi sepuasnya, dan disaat social media dirasa terlalu berisik dan bising bagi mereka, dengan mudahnya mereka berpaling ke social messaging yang katanya lebih personal, interaktif, dan selektif.
Namun apa yang dilakukan dengan para pembuat konten seperti Kompas Gramedia?
Mereka masih tetap membuat konten, makin bagus dan semakin cepat dalam penyajiannya, namun mereka lupa bahwa pembaca itu harus diregenerasi, yang tadinya mencari informasi dan rela membayar demi sebuah berita, kini media dihadapkan dengan generasi yang sedikit abai terhadap informasi khususnya berita, karena informasi semacam ini tidak berada dimana mereka asik dalam berinteraksi seperti social media dan messaging.
Facebook, Line dan Aggregator yang pada akhirnya menangkap ini menjadi lahan bisnis baru yang harus dipoles dan menjadi rasa baru bagi penggunanya, selain bisa berinterakasi dengan sesama teman, mereka disajikan berbagai informasi tanpa harus meninggalkan atau berganti channel.
Menurut saya media selama ini hanya berusaha meregenerasi usia pembaca mereka tetapi lupa bahwa mereka juga harus meregenerasi teknologi dan kebiasaan mereka berinteraksi dan berkomunikasi.
Jadi apakah media hanya bisa menjadi pabrik konten yang perlahan dilupakan namanya karena kalah bersaing denga para aggregator?
Atau media harus beralih dan mulai memikirkan inovasi berbasis teknologi untuk merebut kejayaan media?
Menurut saya, media akan susah bersaing jika ingin terjun dan berinovasi dalam teknologi karena itu bukan DNA mereka, daripada membuang waktu bersaing secara teknologi yang tidak menguntungkan, lebih baik media saat ini mulai memikirkan informasi seperti apa yang akan diberikan, karena bagi saya yang tetap sama dan tidak akan berubah baik itu teknologi, pengguna, dan platform adalah informasi itu sendiri, karena sampai kapan pun semua kita semua butuh informasi yang menurut kita baik dan bermanfaat.
Solusi terdekat adalah; mulai mengembangkan teknologi merekam reader journey sehingga media mampu memberikan ke setiap pembaca informasi yang sesuai dengan preferensi atau minat sesuai reader journey yang telah direkam tanpa harus menghilangkan informasi terkini, mungkin teknologi ini sudah ada yang menggunakan di dunia marketing, namun jika ini digunakan dalam industri digital news saya yakin media itu akan menjadi pemenangnya.
Namun jika tidak ada terobosan baru dalam media itu sendiri, khususnya digital news (kompas.com), maka 2 tahun kedepan adalah waktu paling lama untuk tetap bertahan dalam industri ini.
– Nuansa kebagusan
Abai itu terjadi karena; bukan prioritas, memilih status quo, kebiasaan mengingat, dan demotivasi. Itu adalah status saya disalah satu social messaging LINE kurang lebih minggu lalu, entah mungkin ini cara protes atas semua yang saya lihat dimana, orang mulai abai dengan apa yang seharusnya “it your thing”.
Tenang sikap abai ini pasti akan banyak juga yang akan mendebatnya, gue bukan abai tetapi memilih tidak peduli, nah jika sesuatu yang seharusnya “it your thing” dan memilih tidak peduli, bukan itu namanya bunuh diri?.
Bingung ya, begini deh contohnya, loe memiliki kerjaan, dan sudah 1 tahun melakukan kerjaan itu, selama kurun waktu 1 tahun itu, “it your thing” kan dan ketika ada orang yang meminta pendapat mengenai sesuai yang bersinggungan dengan pekerjaan dan gak punya jawaban atau terlihat bingung karena terbiasa hanya melakukan daily work, dateng tepat waktu, pulang tepat waktu, dan hanya bekerja by daily basis maka itu gue sebut abai.
So mungkin gue kesel sama orang yang abai, karena abai itu yang menentukan karir, nasib, dan masa datang.
1 januari 2017 adalah tahun baru (he he he) namun ada peristiwa special buat saya, karena hari itu juga bertepatan dengan 3 tahun, 6 bulan saya bekerja di Kompas Gramedia Group. Memang sih masih terbilang singkat dibanding dengan teman-teman lainnya dan terbilang masih anak baru atau masih bau kencur di KG.
3 tahun 6 bulan yang lalu, ketika saya memutuskan untuk berpindah haluan dari agency digital Bounche Indonesia dan migrasi ke KG banyak pertanyaan muncul, baik dari diri sendiri maupun orang terdekat hingga orang yang menginterview saya di KG.
“Gak sayang, kan di Bounche udah jadi Head?”
Seperti itulah pertanyaan yang muncul, namun saya beruntung, karena memiliki nama lahir TEGUH, mungkin ini yang menyebabkan semua kerisauan, cemas menjadi merasa tertantang untuk mencoba karir baru di industri media, apalagi koorporasi sebesar KG yang seantero jagad sudah mengenalnya.
Memang saya akui bekerja di start up seperti Agancy Bounche semua serba cepat karena birokrasi yang pendek dan tau sendirilah pace agency kalau dianalogikan dalam lari mungkin pace 5 udah paling lambat. Berbeda halnya ketika awal masuk di KG, saya seolah berada di dunia yang woles dan sering mendengar kata “iya nanti”. Bayangkan loe biasa lari dan sekarang diminta berjalan bahkan terkadang istirahat.
Namun untungnya itu tidak berjalan lama, saya menyadari bahwa pace bekerja harus diciptakan dan usahakan setiap hari, perlahan saya membangun iklim dan budaya kerja yang cepat, dan tentu dibantu dengan teman dan merekrut tim baru yang memang memiliki motivasi berlari secepat-cepatnya sehingga akhirnya pada awal 2016 tim saya akhirnya berdiri sendiri sebagai Departemen Distribution Partnership
Setelah hampir 2 tahun lebih selalu di pindah-pindah atau dititipkan ke departemen lain mulai dari markom hingga bisnis sekarang bisa bernafas lega karena memilik full tanggung jawab dan mudah-mudahan mampu memberikan terbaik kepada perusahaan sehingga 1 Januari 2017 saya mampu memenuhi janji kepada diri saya.
Saya masih ingat di tahun 2013 ketika saat interview salah satu pertanyaan dari GM HR Kompas.com adalah “loe gak sayang, kan udah jadi head, disini mulai dari awal lagi loh rub” dan saya pun menjawab dengan percaya diri “nanti juga saya akan jadi Manager kok mbak”.
Ahamdulilah, 1 Januari 2017 saya dipercaya untuk mengelola tim yang selama ini berjuang bersama dan berlari untuk kepuasan berkarya sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap perusahaan.
Terimakasih; dull, dan teman di distribution partnership
“we make itu happen”
Pondok indah – 7 Januari 2017