Trans(in)formasi (2 more years)

Awal tahun 2017 ini saya memang sengaja meluangkan waktu untuk merenung dan mencoba untuk mereview karir saat ini di industri media (kompas.com) padahal masa kerja saja tergolong baru, yaitu mengijak usia 42 bulan.
Setelah hampir satu tahun terakhir belakangan ini disibukan kerjasama dengan konten aggregator dan social media aggregator, akhirnya diri ini disudutkan untuk menganalisa keadaan yang sedang dihadapi media saat ini, khususnya portal berita.
Kompas Gramedia memilik core dan kemampuan membuat konten yang handal dan terpercaya, sedangkan para aggregator ini memiliki kemampuan dalam inovasi teknologi. 
Sedangkan pengguna digital/internet saat ini dengan proporsi terbesar yaitu generasi milenials mereka cenderung abai dan malas untuk mengakses informasi, gampangnya orang tua mereka sukarela beli koran untuk baca berita, sedangkan mereka jangankan beli, baca berita saya tidak mau.
Kasus ini menurut saya tidak sepenuhnya kesalahan generasi milenials, karena ada faktor teknologi yang berperan serta mengubah kebiasaan mereka dalam berinteraksi, ketika social media booming di Indonesia mereka asik berselancar dan mengeksplorasi sepuasnya, dan disaat social media dirasa terlalu berisik dan bising bagi mereka, dengan mudahnya mereka berpaling ke social messaging yang katanya lebih personal, interaktif, dan selektif.
Namun apa yang dilakukan dengan para pembuat konten seperti Kompas Gramedia? 
Mereka masih tetap membuat konten, makin bagus dan semakin cepat dalam penyajiannya, namun mereka lupa bahwa pembaca itu harus diregenerasi, yang tadinya mencari informasi dan rela membayar demi sebuah berita, kini media dihadapkan dengan generasi yang sedikit abai terhadap informasi khususnya berita, karena informasi semacam ini tidak berada dimana mereka asik dalam berinteraksi seperti social media dan messaging. 
Facebook, Line dan Aggregator yang pada akhirnya menangkap ini menjadi lahan bisnis baru yang harus dipoles dan menjadi rasa baru bagi penggunanya, selain bisa berinterakasi dengan sesama teman, mereka disajikan berbagai informasi tanpa harus meninggalkan atau berganti channel.
Menurut saya media selama ini hanya berusaha meregenerasi usia pembaca mereka tetapi lupa bahwa mereka juga harus meregenerasi teknologi dan kebiasaan mereka berinteraksi dan berkomunikasi.
Jadi apakah media hanya bisa menjadi pabrik konten yang perlahan dilupakan namanya karena kalah bersaing denga para aggregator? 
Atau media harus beralih dan mulai memikirkan inovasi berbasis teknologi untuk merebut kejayaan media?
Menurut saya, media akan susah bersaing jika ingin terjun dan berinovasi dalam teknologi karena itu bukan DNA mereka, daripada membuang waktu bersaing secara teknologi yang tidak menguntungkan, lebih baik media saat ini mulai memikirkan informasi seperti apa yang akan diberikan, karena bagi saya yang tetap sama dan tidak akan berubah baik itu teknologi, pengguna, dan platform adalah informasi itu sendiri, karena sampai kapan pun semua kita semua butuh informasi yang menurut kita baik dan bermanfaat.
Solusi terdekat adalah; mulai mengembangkan teknologi merekam reader journey sehingga media mampu memberikan ke setiap pembaca informasi yang sesuai dengan preferensi atau minat sesuai reader journey yang telah direkam tanpa harus menghilangkan informasi terkini, mungkin teknologi ini sudah ada yang menggunakan di dunia marketing, namun jika ini digunakan dalam industri digital news saya yakin media itu akan menjadi pemenangnya.
Namun jika tidak ada terobosan baru dalam media itu sendiri, khususnya digital news (kompas.com), maka 2 tahun kedepan adalah waktu paling lama untuk tetap bertahan dalam industri ini.
– Nuansa kebagusan 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *